BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses pendewasaan demokrasi di Indonesia telah
melalui masa 10 tahun sejak tahun 1999 dan dalam perjalanannya telah melewati
berbagai proses yang penuh dengan dinamika kehidupan demokrasi. Pelaksanaan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, & DPRD Kab/Kota
telah dilalui sebanyak 3 kali dengan 4 Presiden yang berbeda pasca pemerintahan
Presiden Soeharto. Dalam periode 10 tahu ke belakang telah banyak perubahan
yang dialami Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam menjalankan proses demokratisasi, diantaranya adalah Amandemen
UUD 1945, kebebasan pers, pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Salah satu perubahan yang
sangat penting sejak Reformasi adalah munculnya berbagai partai politik sebagai
salah satu wujud kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berkumpul
yang menjadi satu ciri utama Negara yang menjalankan sistem demokrasi.
Kebanyakan Negara demokrasi, pemilihan umum
dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilu yang
dilaksanakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat dianggap mencerminkan sudah cukup mewakili partisipasi dan
merupakan aspirasi masyarakat. Disadari bahwa pemilu bukan merupakan
satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapai dengan pengukuran kegiatan
lainnya yang bersifat berkesinambungan.
Dinegara
dunia ketiga beberapa kebebasan seperti yang dikenal didunia barat
kurang diindahkan. Dalam karangannya Budiardjo (2009:461) mengungkapkan dalam
ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. Single-member constituency (satu daerah
pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut sistem distrik).
b. Multi-member constituency (satu daerah
pemilihan memilih beberap wakil; biasanya dinamakan sistem sistem perwakila
berimabng atau sistem proporsional).
Pemilu merupakan sarana pengamalan demokrasi.
Dapat dikatakan tidak ada demokrasi tanpa pemilu. Walaupun begitu, pemilu
bukanlah tujuan, akan tetapi hanya
sebagai sarana untuk memilih anggota parlemen dan pemimpin eksekutif di
pusat dan daerah. Adapun tujuan kita berbangsa dan bernegara adalah antara lain untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam
pembukaan UUD 1945.
1.2
Rumusan Masalah
Adapaun mengenai
rumusan masalah dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.
Bagaimana Lembaga penyelenggara pemilu?
2.
Bagaimana Sistem pemilihan umum di Indonesia?
3.
Bagaimana Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pemilu ?
4.
Bagaimana Pelaksanaan Pemilihan Umum?
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dan manfaat penulisan
makalah ini antara lain:
1.
Mengetahui Lembaga penyelenggara pemilu.
2.
Mengetahui Sistem pemilihan umum di Indonesia.
3.
Mengetahui Partisipasi
Masyarakat dalam Pelaksanaan Pemilu .
4.
Mengetahui Pelaksanaan
Pemilihan Umum.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemilihan umum
(pemilu) di Indonesia pada
awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah
amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres),
yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh
rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu
2004. Pada 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim
pemilu.
2.1
Lembaga penyelenggara pemilu
Di Negara Indonesia lembaga penyelenggara
pemilu adalah KPU yaitu komisi pemilihan umum yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pemilu baik pemilu tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota
di Indonesia. Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama
pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara
Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22-E
Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang
dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan
tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas
secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri
menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak
mana pun.
Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai
lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan
seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya.
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk
melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan.
Tugas dan wewenang KPU tersebut antara lain:
·
Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan
Pemilihan Umum;
·
Menerima, meneliti dan
menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
·
Membentuk Panitia
Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan
Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang
selanjutnya disebut TPS;
·
Menetapkan jumlah kursi
anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
·
Menetapkan keseluruhan
hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
·
Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan
serta data hasil Pemilihan Umum;
·
Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa
Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum, yaitu pemilihan
umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 2004 dan 2009. Dari pengalaman
sebanyak itu, pemilihan umum 1995 dan
2004 mempunyai kekhususan atau keistimewaan disbanding dengan yang lain.
Semua pemilihan umum tersebut tidak
diselenggarakan dalam situasi yang vacum, melainkan berlangsung didalam
lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan itu sendiri. Dari
pemilu-pemilu tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem
pemilihan yang cocok untuk Indonesia.
2.2
Sistem
pemilihan umum di Indonesia
Budiardjo (2009:477), perkembangan sistem
pemilihan umum di Indonesia dapat disimpulkan, keputusan untuk tetap
menggunakan sistem proporsional pada tahun 1967 adalah keputusan yang tepat
karena tidak ada distorsi atau kesenjangan antara perolehan suara nasional
dengan jumlah kursi dalam DPR. Yang kedua ketentuan didalam UUD 1945 bahwa DPR
dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak
ada lagi gejala sering terjadinya pergantian kabinet seperti zaman demokrasi
parlementer.
Secara keseluruhan sistem pemilu di
Indonesia pada tahun 1955 menggunakan
sistem proporsional yakni jumlah anggota DPR ditetapkan berdasarkan imbangan
jumlah penduduk. Setiap 300.000 penduduk diwakilkan oleh 1 anggota DPR. Calon
yang terppilih adalah yang memperoleh suara sesuai BPPD (bilangan pembagi
pemilih daftar). Apabila tidak ada calon yang memperoleh suara sesuai dengan
BPPD, suara yang diberikan kepada partai yang akan menentukan.
Kemudian sistem pemilu tahun 1955 sampai dengan
tahun 1999 menggunakan sistem proprsional dengan stelsel daftar tertutup.
Pemilih hanya memberikan suara hanya kepartai dan partai akan memberikan
suaranya kepada calon dengan nomor urut teratas. Suara akan diberikan kepada
urutan berikutnya bila calon dengan nomor urut teratas sudah kebagian suara
cukup untuk kuota 1 kursi. Pada pemilihan tahun ini setiap anggota DPR mewakili
400.000 penduduk.
Pada pemilu tahun 2004 ada satu lembaga didalam
legislatif yaitu DPD (dewan perwakilan daerah) untuk pemilihannya menggunakan
sistem distrik tetapi dengan wakil 4 kursi untuk setiap provinsi dan pesertanya
adalah individu. Untuk pemilihan anggota DPR dan PDRD digunakan sistem
proporsional dengan stelsel daftar terbuka sehingga pemilih dapat memberikan
suaranya secara langsung kepada calon yang dipilih. Dalam hal ini pemilih yang
memberikan suaranya kepada partai, calon pada urutan pertama mendapatkan
peluang yang cukup besar untuk terpilih. Dari sudut pandang gender pemilu tahun 2004 secara tegas memberikan
peluang lebih besar secara afirmatif bagi peran perempuan. Pasal 65 UU no.
12/2003 menyatakan bahwa setiap partai politik dapat mengajukan calon anggota
DPR dan DPRD dengan memerhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%
untuk setiap daerah pemilihan.
Ada juga upaya untuk
kembali menyederhanakan atau mengurangi jumlah partai melalui cara yang bukan
paksaan. Hal ini tampak pada prosedur seleksi partai yang akan menjadi peserta
pemilu. Ada sejumlah syarat baik administratif maupun substansial yang harus
dipenuhi oleh setiap partai untuk dapat menjadi peserta pemilu. Syarat tersebut
antara lain ditentukannya electoral
threshold dengan memperoleh sekurang-kurangnya 3% dari jumlah kursi dari
anggota badan legeslatif pusat, memperoleh minimal 4% jumlah kursi DPRD
provinsi yang tersebar paling tidak setengah jumlah provinsi di Indonesia, atau
minimal memperoleh 4 % dari jumlah kursi DPRD kabupaten/kota yang tersebar
disetengah jumlah kabupaten di
Indonesia. Untuk pemilihan presiden dan wakil presiden memperoleh minimal 3%
jumlah kursi dalam badan yang bersangkutan atau 5% dari perolehan suara sah
secara nasional.
2.3 Partisipasi Masyarakat
dalam Pelaksanaan Pemilu
Dalam analisis politik
modern partisispasi politik meruapakan suatu maslaah yang penting dan
akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama hubungannya dengan Negara
berkembang. Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik
adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif
dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara
secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kehidupan kebijakan (public policy).
Setiap perhelatan
demokrasi atau pemiihan umum yang diselenggarakan oleh Negara Republik
Indonesia memiliki dampak terhadap perkembangan kemajuan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Para elit politik sejatinya memberikan pendidikan politik yang
cerdas kepada masyarakat agar kesadaran berdemokrasi semakin tinggi dari
berbagai kalangan. Kesadaran berdemokrasi tersebut akan tinggi jika partisipasi
masyarakat dalam memberikan haknya juga tinggi.
Karena itu, kesadaran
masyarakat untuk berpartisipasi secara positif dalam sistem politik yang ada,
jika seseorang tersebut merasa dirinya sesuai dengan suasana lingkungan dimana
dia berada. Apabila kondisi yang terjadi adalah sebaliknya, maka akan lahir
sikap dan tingkah laku politik yang tampak janggal atau negatif, misalnya jika
seseorang sudah terbiasa berada dalam lingkungan berpolitik yang demokratis,
tetapi dia ditempatkan dalam sebuah lingkungan masyarakat yang feodal atau
tidak demokratis maka dia akan mengalami kesulitan dalam proses beradaptasi.
Meningkatnya
keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu),
menunjukan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Demokrasi
menghendaki adanya keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan yang
dilakukan negara. Rakyat diposisikan sebagai aktor penting dalam tatanan
demokrasi, karena pada hakekatnya demokrasi mendasarkan pada logika persamaan
dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah.
Keterlibatan masyarakat menjadi unsur dasar dalam demokrasi. Untuk itu, penyelenggaraan
pemilu sebagai sarana dalam melaksanakan demokrasi, tentu saja tidak boleh
dilepaskan dari adanya keterlibatan masyarakat.
Partisipasi politik
akan berjalan selaras manakala proses politik berjalan secara stabill.
Seringkali ada hambatan partisipasi politik ketika stabilitas politik belum
bisa diwujudkan, karena itu penting untuk dilakukan oleh para pemegang
kekuasaan untuk melakukan proses stabilisasi politik. Disamping itu pula proses
berikutnya melakukan upaya pelembagaan politik sebagai bentuk dari upaya untuk
memberikan kasempatan kepada masyarakat untuk mengaktualisasikan cita-citanya.
Partisipasi politik
tidak lebih dari keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan,
atau juga dijelaskan secara subtantif bisa berarti upaya atau usaha
terorganisir oleh konstituen atau warga Negara yang baik untuk memilih para
pemimpin yang mereka nilai baik juga. Partispasi ini mereka melakukannya dengan
penuh tanggung jawab terhadap kehidupan bersama dalam lingkup suatu bangsa dan
negara. Partisipasi politik ditekankan pada aspek untuk
mendukung kepentingan-kepentingan atau visi dan misi elit politik tetentu.
Sebagai masyarakat yang bijak kita harus turut
serta dalam proses prmilihan umum dalam rangka menentukan pemimpin yang akan
memimpin kita. Dengan demikian, secara tidak langsung kita akan menentukan
pembuat kebijakan yang akan berusaha mensejahterakan masyarakat secara umum.
Dalam turut berpartisipasi dalam proses pemilihan umum sebagai masyarakat yang
cerdas kita harus mampu menilai calon yang terbaik yang sekiranya mampu dan mau
mendengarkan aspirasi masyarakat agar pembangunan yang akan dilakukan sesuai
dengan keinginan masyarakat dan tidak memilih calon yang hanya mementingkan
diri sendiri atau kelompoknya saja sehingga melupakan janji-janji yang sudah
diucapkan dalam masa kampanye. Sebagai pemilik hak pemilih dalam pemilu kita
jangan sampai menyia-nyiakan hak suara hanya untuk iming-iming sementara yang
dalam artian kita harus memberikan suara kita kepada calon yang tepat.
Ketidakikutsertaan kita sebenarnya justru akan membuat kita susah sendiri
karena kita tidak turut memilih tetapi harus mengikuti pemimpin yang tidak kita
pilih.
Upaya
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu
Peningkatan partisipasi masyarakat sangat
penting dalam pelaksanaan pemilihan umum dalam proses memilih anggota
legislatif dan eksekutif. Karena bagaimanapun masyarakat memiliki andil yang
cukup besar dalam proses pemilihan umum dimana masyarakat sebagai pemilih yang
menentukan dalam pemenangan dalam proses pemilihan umum tersbut. Akan tetapi
beberapa tahun terakhir partisipasi masyarakat akhir-akhir ini menurun karena
disebabkan banyak faktor. Sudah menjadi tanggungjawab bersama bagaimana upaya
untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pemilu sebagai proses demokratisasi
yang sudah berjalan di Indonesia
Lembaga penyelenggara pemilu sudah berupaya
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum agar masyarakat mau
memberikan hak suaranya dalam proses pesta demokrasi tersebut. Komisi pemilihan
umum sebagai lemabaga penyelenggara pemilihan umum di Indonesia sudah banyak strategi yang
dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum
diantaranya memberikan pendidikan pemilih (vote
education). Kegiatan ini tidak hanya dapat dilakukan oleh penyelenggara
pemilu, namun bisa juga dilaksanakan oleh semua elemen bangsa ini, karena
pemilu itu yang menentukan nasib bangsa, dalam menentukan wakil rakyat
diparlemen dan pemimpin bangsa baik ditingkat pusat maupun di daerah. Kegiatan
ini bertujuan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat bagaimana tata cara
dan peran masyarakat dalam pemilu dengan demikian masyarakat akan mengerti
peran meraka dalam pesta demokrasi tersebut.
Selain memberikan pendidikan dan sosialisasi
kepada masyarakat, pendidikan pemilu juga bertujuan memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai demokrasi dan pentingnya partisipasi masyarakat dalam
mensukseskan terselenggaranya pemilu dan pemilukada. Selain itu kegiatan
tersebut juga bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu yang
berkualitas dan bertanggungjawab dalam kehidupan politik.
Selain berupaya meningkatkan partisipasi
masyarakat untuk ikut serta dalam proses pemilihan pemilu, komisi pemilihan
umum juga berusaha menarik minat pemilih pemula untuk turut berpartisipasi
dalam pemilihan umum. Partisipasi pemilih pemula sangat penting sebagai
pembelajaran untuk berpartisipasi dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Selain
menarik minat, memberikan pemahaman dan pendidikan kepada pemilih pemula
merupakan langkah yang sangat penting sehingga mereka tidak akan sembaranagn
dalam menentukan pilihannya. Di Indonesia sendiri, pemilih dengan kisaran usia
17-21 tahun yang berstatus pelajar dan mahasiswa ini selalu menjadi topik,
sehingga komisi pemilihan umum berupaya bagaimana caranya supaya mereka
berpartisipasi secara aktif dalam Pemilu. Semua pihak setuju dan tidak mau
kalau pemilih pemula tidak memiliki pendirian politik, atau suaranya malah
mengambang dalam Pemilu.
Agar supaya sistem demokrasi semakin baik, dibutuhkan
partisipasi semua pemilih, khususnya partisipasi pemilih pemula, hingga level
partisipan bahkan level subjek. Pada kedua level ini, pemilih sudah
sangat paham dan aktif terlibat pada semua tahapan pemilihan umum.
Strategi yang dilakukan lembaga penyelenggara
pemilu dan pemerintah dalam menaraik minta pemilih pemula yang notabene masih
muda maka strategi yang digunakanpun harus tidak jauh dari aktifitas positif
anak muda. Misalnya saja lembaga pemilihan umum menyelenggarakan pertemuan
pelajar dan mahasiswa dalam sebuah seminar terkait pendidikan pemilihan umum
atau mengadakan pertemuan komunitas pemuda. Dengan melalu pendidikan politik
kepada pemilih pemula maka diharapkan pemilih pemula benar-benar turut
berpartisipasi dalam pemilihan umum bukan hanya sekedar datang ke TPS dan
mencoblos karea sebagai pengalaman pertama bagi mereka.
2.4
Pelaksanaan
Pemilihan Umum
Pemilu merupakan sarana pengamalan demokrasi.
Dapat dikatakan tidak ada demokrasi, tanpa pemilu. Walaupun begitu, pemilu
bukanlah tujuan. Ia hanya sebagai sarana untuk memilih anggota parlemen
dan pemimpin eksekutif di pusat dan daerah. Adapun tujuan kita berbangsa dan
bernegara adalah antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuangdalam pembukaan UUD 1945.
Secara teknis penyelenggaraan pemilihan umum
dilakukan oleh komisi pemilihan umum sebaga lembaga penyelenggara pemilihan
umum yang dibentuk pemerintah. Selain KPU, kesuksesan penyelenggaraan pemilahan
umum juga harus mendapatkan dukungan dari masyarakat sebagai faktor penting
dalam proses pemilihan.
Salah satu proses pelaksanaan pemilihan umum
salah satunya adalah kampanye. Kampanye merupakan proses menarik simpatisan
pemilu sebagai proses menarik perhatian simpatisan untuk mau memilih salah satu
calon dalam pemilihan umum tersebut. Banyak cara yang dilakukan dalam masa
kampanye untuk menarik simpatisan sebanyak mungkin. Pada umumnya tim sukses
menggunakan hiburan rakyat sebagai daya tarik tersendiri agar semakin banyak
simpatisan yang datang dengan harapan mereka mau memilih calon yang
diunggulkan. Akan tetapi cara tersebut pada masa sekaran ini kurang begitu
efektif karena tidak sedikit simpatisan yang datang hanya karena hiburannya
bukan karena ingin memilih calon tersebut.
Budaya kampanye pada beberapa tahun terakhir
mengalami pergeseran yang tadinya mengumpulkan masa di suatu tempat kini
berubah dengan berkampanye dengan gaya “blusukan”. Hal ini tidak terlepas dari
kesuksesan Calon gubernur DKI Jakarta jokowi yang berhasil menarik perhatian
masyarakat. Sebenarnya hal ini juga tidak terlepas dari ketokohan yang dimiliki
calon sebagai daya tarik untuk menarik perhatian masyarakat sehingga masyarakat
akan benar-benar memilih calon tersebut.
Permasalahan
dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan tidak menutup
kemungkinan terjadi permasalahan dalam kegiatan tersebut meskipun presentasinya
sangat kecil. Seperti halnya dalam pproses pelaksanaan pemilihan umum juga
mengalami berbagai permasalahan yang dihadapi. Beberapa permasalahan dalam
pelaksanaan pemilihan umum tersebut anatara lain:
a. Biaya yang mahal
Diakui bahwa pelaksanaan pemilihan umum di
Indonesia masih sangat mahal hanya untuk menyelenggarakan pesta demokrasi
tersebut. Hal ini dikarenakan proses pemilihan umum di Indonesia masih manual.
Berbeda dengan Negara maju yang dalam
proses pemiliohan umum sudah menggunakan teknologi canggih sehingga
pelaksanaannya dapat lebih efisien dan efektif. Misalnya saja biaya pemilihan
umum walikota palangka raya yang menhabiskan dana mencapai total angka Rp. 19,4
miliar lebih dengan rincian 10.3 M untuk putaran pertama, dan jika terjadi
pemungutan suara putaran kedua telah disiapkan dana sebesar Rp. 5.7 M.
Disamping itu, Pemko juga telah mempersiapkan anggaran jika terjadi Pemungutan
Suara Ulang (PSU) sebesar Rp. 3.5 M. “KPU Kota Palangka Raya tidak mau
berspekulasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan
nanti, sehingga kami mengusulkan agar disiapkan anggaran untuk mengantisipasi
jika terjadi PSU.
b. Golput
Golput atau golongan putih merupakan
permasalahan yang sangat krusial karena merupakan permasalahan yang sangat
sulit dipecahkan. Dari sudut pandang hak asasi manusia ini merupakan hal yang
tidak dilarang oleh pemerintah Indonesia, berbeda dengan Negara -negara
maju, warga Negara yang tidak
mau menggunakan hak pilihnya akan dikenakan sanksi misalnya di Negara Australia dan Cina.
c. Penetapan daftar pemilih tetap
Permasalahan ini biasanya terjadi pada pemilih
pemula yang belum memiliki KTP atau pemilih yang baru pindah dari daerah satu
kedaerah lain sehingga dama mereka tidak tercantum dalam DPT. Persoalan ini
harus diselesaikan dengan cepat oleh pemerintah karena ini dapat emnghambat hak
seseorang untuk dapat brepartisipasi dalam pemilu. Salah satu terobosan
pemerintah untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan membuat E-KTP Nasional
yang dapat digunakan di setiap daerah. Dengan demikian hak seseorang untuk
turut serta dalam pesta demokrasi tidak akan terhambat lagi.
Pelanggaran
dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum
Setiap pelaksanaan pemilihan umum pada umumnya
pemilukada sudah bukan hal yang tabu bahwa pasti ada pelanggaran dalam
pelaksanaan pemilihan umum tersebut yang tidak sedikit dapat menimbulkan
konflik berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan kedua belah pihak bahkan
masyarakat juga terkena dampaknya. Misalnya saja yang baru saja terjadi
diwilayah Kalimantan tengah, tepatnya dikabupaten Kotawaringin Barat terjadi
konflik karena berawal dari sengketa pemilu yang dimana salah satu pasngan
melakukan pelanggran pemilu. Terkait pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu, maka
penulis merangkum beberapa pelanggaran pemilu yang sering terjadi di beberapa
daerah, antara lain:
a. Kampanye hitam
Kampanye hitam Yaitu kampanye
yang bersifat menjelek-jelekkan calon lain, mengadu domba, memfitnah,
menyebarkan berita bohong, menghasut, mengajak untuk tidak memilih calon lain,
mengajak untuk tidak memilih calon yang tidak seiman. Hal demikian sangat
dilarang karena dapat merugikan calon lain. Selain dapat merugikan calon lain,
kampanye seperti ini sangat tidak mendidik masyarakat untuk menjadi lebih
cerdas dalam bersikap bijak dalam pemilihan umum.
b. Money politic (politik uang)
Permasalahan pelanggran pemilu yang satu ini
sudah seperti menjadi budaya karena terlalu banyak calon yang melakukan hal
ini. politik uang juga merupakan tindakan yang tidak adil karena hanya akan
menguntungkan bagi calon yang memiliki harta banyak. Selain itu hal ini tidak
memberikan pendidikan yang baik terhadap masyarakat dan cenderung membodohi
masyarakat. Masyarakat harus lebih bijak dalam menyikapi hal ini Karena
kebijakan selama satu periode tidak cukup terbayar dengan “serangan fajar” yang
hanya berisi Rp. 50.000,- saja.
c. Kampanye yang tidak sesuai jadwal
Meskipun KPU sudah merancang jadwal kampanye
bagi setiap pasangan calon, tetapi masih ada saja pasangan calon yang curi
start dalam pelaksanaan pemilu hal ini tentu sangat merugikan bagi pasangan
lain. Selain itu hal tersebut rawan terjadi konflik karena banyaknya simpatisan
yang berpotensi bentrok jadwal karena bertemu dijalan dan lain sebagainya.
Selain kampanye tidak sesuai jadwal, banyak juga pasangan calon yang
berkampanye di saran peribadatan dan saran pendidikan yang sudah jelas-jelas
dilarang.
d. Intimidasi
Intimidasi pada masa kampanye merupakan hal
terlarang karena hal ini sagat bertentangan dengan hak asasi manusia.
Pelanggran ini biasanya berbentuk ancaman, tindak kekerasan, salah satu
pasangan calon. Selain itu tindak
pelanggaran ini juga bisa merusak/menghilangkan alat peraga pasangan lain.
e. Menggunakan
fasilitas Negara
Pelanggaran ini
biasanya dilakukan oleh calon pasangan incumbent yang masih memiliki jabatan
penting dalam pemerintahan. Hal paling sering dilakukan dengan menggunakan
fasilitas Negara adalah intimidasi
terhadap pegawai sampai dengan menggunakan anggaran Negara .
BAB V
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari uraian diatas
maka dapat disimpulkan bahwa Negara yang demokratis memiliki keunggulan
tersendiri karena dalam setiap pengambilan kebijakan mengacu pada aspirsi
masyarakat. Masyarakat yang sebagai tokoh utama dalam sebuah Negara demokrasi memiliki peranan yang sangat
penting. Salah satu peranan masyarakat dalam Negara demokrasi adalah
partisipasi masyarakat dalam politik dalam hal ini pemilihan umum. Masyarakat
memiliki peran yang sangat kuat dalam proses penentuan eksekutif dan legislatif
baik dipemerintah pusat maupun daerah. Oleh karena itu perlu pendidikan politik
yang harus diketahui oleh masyarakat agar pada saat pelaksaan pesta demokrasi
tidak asal pilih dan hanya ikut-ikutan saja. Pendidikan politik yang baik akan
menciptakan masyarakat yang cerdas sehingga mereka tidak akan salah pilih dalam
memilih pemimpin atau wakil mereka. Dengan demikian keinginan dan harapan
masyarakat dapat tersalurkan dan dapat dilaksanakan oleh pemerintah.
3.2
Saran
Berdasarkan dari
uaraian diatas maka penulis merekomendasikan beberpa hal berikut sebagai bahan
pertimbangan dan pembelajaran bersama. Adapun rekomnedasi tersebut adalah:
1. Indonesia
diharapkan menjadi Negara yang
sejahtera dengan meningkatkan kebijakan politik yang pro rakyat dan penegakan
hukum yang adil.
2. Memberikan
pendidikan politik kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengerti permaslahan
terkait politik dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan
politik termasuk pemilihan umum.
3. Peran pemerintah
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang bermutu dan bertanggung jawab
dalam kehidupan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam.2009.Dasar-Dasar Ilmu Politik.Jakarta.PT.
Gramedia Pustaka Utama
Detiknews.com_angka-golput-di-medan-dalam-pilgub-sumut-mencapai-63,38-
persen.htm (diakses 12/4/2013)
Hazim, Nur
Kholit.2004.Kamus Lengkap bahasa
Indonesia.Surabaya.Terbit Terang
KPU kubu raya_ seminar-peningkatan-peran-serta-masyarakat-dalam-pemilu-dan-
pemilukada.htm (diakses 12/4/2013)
Media center
KPU jawa barat_ pemilih-pemula.html
(diakses 12/4/2013)
Nawawi,
Hadari.2007.Metode Penelitian Bidang
Sosial.Yogyakarta.Gajah Mada University Press
Novia,
Windy.2009.Kamus Ilmiah Populer.WIPRESS
Okezonenews.com_
antisipasi-golput-mendagri-usul-pilkada-digelar-hari-kerja.htm
(diakses 10 Maret 2013)
Partisipasi
Masyarakat dalam Politik sebagai Implementasi Nilai-nilai Demokrasi di
Indoneisa _febrisartika257.htm (diakses 10 Maret 2013)